Kedudukan Doi’ Menre’ Dalam Perkawinan Adat Bugis Perspektif Fikih Syafi’i

(Studi Kasus di Desa Mombi Kecamatan Tutallu Kabupaten Polewali Mandar)

Authors

  • Sakinah Sakinah Institut Pesantren Kh Abdul Chalim Mojokerto, Indonesia
  • Aspandi Aspandi Institut Pesantren Kh Abdul Chalim Mojokerto, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.51178/khazanah.v2i4.1751

Keywords:

Doi’ Menre’, Perkawinan, Adat Bugis

Abstract

Perkawinan sebagai salah satu sendi kehidupan masyarakat tidak lepas dari tradisi yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan ajaran agama yang mereka anut, baik sebelum atau sesudah upacara perkawinan dilaksanakan. Perkawinan merupakan sumbu kehidupan masyarakat. Perkawinan pada suatu masyarakat biasanya diikuti oleh berbagai rangkaian acara adat dan upacara adat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti bahwa perkawinan masyarakat Mandar di Desa Mombi, Kecamatan Tutallu, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat, tradisi Doi? Menre? merupakan suatu tradisi yang mengharuskan calon mempelai laki-laki untuk memberikan mahar kepada calon mempelai wanita, Doi? Menre? tersebut merupakan ketentuan tradisi dari suku Mandar- Makassar yang harus ditentukan bahwa calon suami harus memberikan suatu pemberian kepada seorang mempelai wanita yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Doi? Menre? merupakan uang hantaran yang diberikan oleh pihak laki- laki kepada pihak perempuan yang besar nominal pemberiannya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Doi? Menre' dan mahar (sompa) adalah dua hal yang berbeda dalam segi penerapan hukumnya tetapi dalam perkawinan adat bugis sudah mempunyai kedudukan yang sama yaitu sama-sama menjadi syarat sebelum melangsungkan perkawinan. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan Doi? Menre? yaitu pertama tujuan Doi? Menre?, adapun tujuan Doi? Menre? adalah sebagai hadiah untuk pihak perempuan dan nantinya akan digunakan untuk keperluannya. Kedua faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya nominal pemberian Doi? Menre? dalam adat Bugis. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut : (a) Status sosial masyarakat adat Bugis menjadi hal yang paling utama dan mendasar penyebab tingginya jumlah Doi? Menre? yang harus diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Ketika orang tua dan keluarga besarnya dari pihak perempuan dianggap orang yang terpandang, maka pasti berbeda halnya dengan seseorang yang status pendidikan, ekonomi, jabatan dan masih dari garis keturunan yang terpandang pula. Maka Doi? Menre? yang harus diberikan oleh pihak laki-laki harus tinggi pula. (b) Pendidikan, Tingkat pendidikan dari pihak perempuan juga mempengaruhi tingginya jumlah Doi? Menre? yang harus diberikan. Tetapi lain halnya dengan status sosial, tingkat pendidikan yang tinggi belum tentu ia berasal dari keluarga yang terpandang dan ekonominya tinggi pula, hanya saja dalam tingkat pendidikan merupakan suatu nilai tambah tersendiri bagi pihak laki-laki. (c) Kondisi fisik calon istri, Kondisi fisik calon istri juga dapat mempengaruhi tingginya jumlah Doi? Menre? yang harus diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Karena calon laki-laki beranggapan apabila wanita yang cantik mestinya akan mempengaruhi keturunannya kelak. (2) Dalam Hukum Islam, tidak disyari?atkan mengenai pemberian Doi? Menre?. Hanya saja pemberian Doi? Menre? menurut hukum Islam hukumnya adalah mubah (boleh) karena kedudukannya sebagai hibah (hadiah) untuk pihak perempuan.

Downloads

Published

2024-02-07

Issue

Section

Articles